Selasa, 09 Oktober 2007

sejarah yang mulai tua

Oleh Ag. Wahyu


Akhirnya, kita sampai pada simpang empat sejarah.
waktu telah terkulum. dan patah-patah. ruang mengerjap sepanjang tarikan nafas. kamu belum bosan menciumi plakat-plakat pendakian. tanda mudamu yang perkasa. dan foto-foto penuh coretan yang mengejek.

Di sini keramaian penuh. kita berdiri tanpa bergandengan.
tanpa tatapan. tak ada yang lebih mencekam daripada sunyi seorang diri. dan ingatan adalah teman karib yang mencongkel mataku dari dalam.

Engkau berjalan lurus. tak menoleh!
aku tak hendak ikut. aku mau pulang. simpang
ini hanya berputar. selalu.

Darimu aku mengandung nasib yang tak pernah berisyarat. ia
sepucat wajahmu di dalam kaca. sementara pongah kerak-kerak nafasmu belum juga berujung. kabur selalu kabur pada buncah musim. nasib itu.

Jejak langkah memang isyarat. tapi angin padang pasir juga isyarat. yang menghapus tapak-tapak kakimu. apakah kita sama-sama mencari?
dalam sudut-sudut bisu.

Hujan purna. siapa hendak menarik waktu ke pusaran? ada di sana menunggumu. rembulan biru atau matahari ungu sama saja. memutar-mutar keseharian dan bising.

Hujan purna. lusanya lusa akan kukirim engkau setangkai daun. pasanglah
di ketiak telinga sebelum terang membujurkan birahimu.

Tidak ada komentar: